Jumat, 05 November 2010

Mengembangkan Ilmu Kedokteran Timur


Umum nya kita mempelajari dan mempraktekan ilmu kedokteran barat yang sudah lebih sejak 100 tahun berkembang pesat. Sehingg telah ditemukannya mikroskop yang memungkinkan perkembangan teori sel oleh Rudolf Virchow, embriologi dan mikrobiologi modern. Dan juga ditemukannya pemetaan manusia dan hukum dereditas Mendel  sehingga dunia menyaksikan penyembuhan penyakit-penyakit yang menjadi momok dari dulu seperti penyakit cacat.

             Ilmu kedokteran barat yang membutuhkan biaya banyak menggunakan paradigma cartesian & Newtonian mengembangan teknologi dan sains, dan juga mereduksi kompleksitas kekayaan manusia sehingga memungkinkan perkembangan  spesialis berkembang pesat. Banyak kasus di berbagai rumah sakit melakukan berbagai terapi dari berbagai spesialis yang tidak terkordinir, sehingga dapat membahayakan kesehatan pasien.

             Ilmu kedokteran timur yang memegang kunci sintesis & holistik berkembang menggunakan paradigma antitesis Cartesian-Newtonian yang analitik & reduksionis. Ada 2 artikel yang menarik dibahas tentang kaitan ini.

             Pertama, tulisan Dwi Yatmo, Bambang Budiono, dan Zainul Kamal, berjudul Dzikirsebagai Salah Satu Metode Biofeedback untuk Mengatasi Gangguan Akibat Stres. Metode dalam artikel ini menggunakan terapi dengan obat psikotropik yaitu dzikir, yang tujuan pokoknya menyeimbangkan kembali fungsi korteks serebri ke arah normal. Biofeedback dalam metode ini istilah yang menunjukkan pada suatu latihan mengharmoniskan badan dan pikiran secara menyeluruh dengan kontrol sadar/tidak sedar pada fungsi badan. Inti dari metode ini adalah mengubah tingkat nafsu manusia ke arah ikhlas, sehingga stres hilang dengan sendirinya. Keuntungan dalam metode ini selain harganya yang terjangkau  juga tidak ada efek sampingnya karena tidak menggunakan obat sama sekali.
            

             Kedua, dikemukakan oleh Harapan, Zinatul Hayati, dan M. Andalas berjudul Potensi Delima (Punica granatum) sebagai  Anti-HIV-1. Artikel ini dikemukakan karena melihat obat HIV sekarang yang toksik dan mahal sedangkan hampir di seluruh dunia penderita HIV/AIDS berasal dari masyarakat miskin. Sehingga mereka membahas buah Punica granatum yang mengandung gula pektin, asam askorbat, dan flavonoid polifenol sebagai anti HIV-1 yang bekerja menghambat interaksi gp120 dengan CD4 dengan tingkat penghambatan lebih besar pada HIV-1 R5 dibandingkan HIV-1 X4. Problem dari terapi ini yaitu mekanisme kerjanya yang belum jelas dan manfaatnya yang diklaim menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari antihelmintes atau antidiare hingga antikanker prostat dan antikanker payudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar