Selasa, 30 November 2010

Gambaran makroskopik & makroskopik radang kronik


Gambaran makroskopik radang kronik
Gambaran makroskopik umum yang sering ditemukan pada radang kronik adalah:
  1. Ulkus kronik, yaitu ulkus yang dasarnya dibatasi oleh jaringan granulasi dan fibrosa, contohnya pada ulkus peptik kronik lambung dengan luka pada mukosa.
  2. Rongga abses kronik, yaitu rongga yang terbentuk oleh pus pada radang supuratif. Contohnya osteomyelitis.
  3. Penebalan dinding rongga viskus, contohnya penebalan dinding pada kolesistitis kronik. Penebalan biasanya bersamaan dengan infiltrat sel radang kronik.
  4. Radang granulomatosa, yaitu kumpulan histiosit epiteloid sebagai akibat tidak dapat dihancurkannya substansi tertentu oleh makrofag. Contohnya pada penyakit tuberkolosis paru.
  5. Fibrosis, yaitu proliferasi jaringan fibroblas setelah sel-sel radang kronik menghilang/mereda.

Gambaran mikroskopik radang kronik
Pada radang kronik dapat ditemukan gambaran mikroskopik sebagai berikut. Infiltrat seluler terdiri dari limfosit, sel plasma dan makrofag. Beberapa eosinofil polimorf mungkin dapat ditemukan, tetapi neutrofil polimorf (yang lazimnya terdapat pada radang akut) jarang ditemukan. Beberapa makrofag dapat membentuk sel datia berinti banyak. Cairan eksudat sedikit ditemukan, tetapi mungkin ditemukan produksi jaringan ikat baru yang berasal dari jaringan granulasi. Mungkin juga ditemukan kejadian perusakan jaringan yang berkelanjutan, yang bersamaan dengan proses regenerasi dan perbaikan jaringan. Nekrosis jaringan mungkin merupakan gambaran yang mencolok, terutama pada keadaan granulomatosa seperti tuberkulosis.

http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/inflamasi-kronik/



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peradangan Dan Penyembuhan


Pada beberapa keadaan proses peradangan sejak permulaan dapat terganggu, yaitu pada stadium eksudatif. Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh ke daerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah ke daerah, hasilnya dapat berupa proses peradangan yang sangat lambat, infeksi yang menetap, dan penyembuhan yang jelek. Syarat lain agar peradangan eksudatif efisien adalah suplai leukosit yang bebas dalam darah yang beredar. Penderitayang sum-sum tulangnya sudah rusak atau tertekan, seperti oleh penyakit keganasan atau sebagai akibat dari reaksi yang merugikan terhadap obat-obat, tidak mampu menghasilkan eksudat selular dengan fungsi yang normal dan sebagai akibatnya mudah terkena infeksi berat. Lebih jarang fungsi leukosit dapat terganggu,walaupun jumlahnya normal (misalnya, kemotaksis abnormal, fagositosis abnormal, atau pembunuhan intraselular dan pencernaan abnormal), dan dengan cara yang serupa penderita mudah terkena infeksi yang agresif. Karena fungsi leukosit dibantu oleh antibody tertentu, maka pada penderita imuno defisiensi reaksi peradangan kurang efektif. Akhirnya, dalam dosis yang cukup tinggi obat-obat tertentu mampu untuk menghalangi aspek esensial respon peradangan.
               Banyak factor dapat mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cedera atau peradangan jaringan lain. Proses penyembuhan, yang demikian bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik,khususnya sensitive terhadap defisiensi suplai darah local (dengan disertai gangguan pengiriman bahan baku), dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita. Pada penderita yang jelas kekurangan gizi luka tidak menyembuh secara optimal. Penyembuhan luka juga dihambat oleh adanya benda asing  atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka, dan imobilisaisi yang tidak sempurna dan pendekatan tepi luka.
Wilson Price. Sylvia A price and Lorraine M.Wilson. (1995).  Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4.hal 56-57.